Diniyah Putri Lampung

Pesan Cinta untuk Wali Santri
Hari kemarin, kita telah sama-sama mengikuti peringatan ke-74 kemerdekaan negara kita tercinta Indonesia. Republik yang sedang kita isi kemerdekaannya ini, lahir dengan perjuangan para tokoh nasional yang sebagian besar telah mengenyam pendidikan di pesantren. Pesantren merupakan produk budaya Indonesia dan memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Dengan demikian, Indonesia dan pesantren tidak dapat dipisahkan, eksistensi pesantren semakin berkembang seiring bertambahnya usia Indonesia, bahkan kini pesantren tidak hanya ada di pulau Jawa tetapi juga ada di mana-mana termasuk di Provinsi kita.

Ketika memasuki area Perguruan Diniyyah Putri Lampung (PDPL), maka akan melewati gerbang yang terpampang di atasnya nama lembaga pendidikan ini, “PONDOK PESANTREN PERGURUAN DINIYYAH PUTRI LAMPUNG.” Secara implisit atau secara tidak langsung, lembaga ini menyatakan bahwa PDPL adalah sebuah lembaga pendidikan dengan sistem pesantren yang tentunya tidak bisa disamakan dengan lembaga pendidikan lain pada umumnya.
Kata pesantren berasal dari kata santri yang diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata ‘Cantrik’ (bahasa Sansakerta) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru. Ada juga yang berpendapat bahwa santri sebagai gabungan dua suku kata yaitu: kata ‘Saint’ (manusia baik) dan ‘tra’ (suka menolong), sehingga kata pesantren berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. insyaAllah, yang datang ke PDPL adalah orang-orang baik, wali murid-wali murid yang baik, pelajar-pelajar yang baik, guru-guru yang baik.
Dalam istilah moderen-nya, pesantren ini disebut “Boarding School” yakni pembinaan anak didik secara terpadu baik di sekolah maupun di asrama. Apapun penyebutan yang terpenting adalah jiwa pesantren tetap melekat dalam diri para santri. Jiwa yang dimaksud itu pada dasarnya merujuk pada nilai-nilai Islam, di antaranya “Khoirunnaasi anfa’uhum linnaasi”, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

MENILAI PDPL SECARA INTEGRAL
Meskipun pesantren semakin diminati tidak berarti bahwa kehidupan pesantren sudah dimengerti oleh semuanya. Masih perlu untuk tetap mengenalkan pesantren kepada masarakat utamanya para wali santri sehingga tidak terjadi seperti dalam peribahasa “Ibarat Si Buta Meraba gajah.” Atau peribahasa “Seperti Kera Makan Manggis.” Melihat PDPL harus secara integral, tidak parsial, secara menyeluruh dan tidak dari satu sisi saja. Sekiranya ada Si buta diminta untuk menerangkan bagaimana bentuk gajah, maka ia akan menjelaskan berdasarkan apa yang ia raba. Jia Si buta memegang kaki gajah itu maka ia akan mengatakan bahwa bentuk gajah itu seperti batang pohon. Lain halnya jika yang diraba belalainya, maka ia akan mengatakan bahwa gajah itu bentuknya seperti ular.
Seperti halnya DPL ini, jika dilihat cuma dari asrama saja yang serba sederhana, maka akan dikatakan bahwa DPL tidak ada standar keasramaan. Bayar sama tapi ada yang masuk gedung baru dan gedung yang lama, tanpa melihat I’tikad baik DPL menambah bangunan untuk meningkatkan kenyamanan para santri. Atau yang dilihat dari pelayanan kesehatan yang harus bayar obat, tanpa melihat upaya DPL menyediakan pelayanan kesehatan dengan menugaskan tenaga medis yang pembiayaannya tidak tercantum dalam daftar ulang, dll.
Demikian halnya, melihat PDPL seyogyanya tidak hanya dinilai dari sisi luar saja atau kulitnya saja, tapi lebih dari itu, wali santri diharapkan dapat mengenal isi, inti, dan maksud dari aktivitas yang ada di PDPL ini supaya tidak terjebak dengan visual saja. Jika anak-anak kita harus mengantri untuk menerima jatah sarapan, makan siang, ataupun makan malam, maka yang tidak perlu terbawa perasaan iba karena anak harus berlelah-lelah berdiri dan menunggu gilirannya dalam antrian. Namun yang terpenting bukan berdiri dan menunggu itu, tapi pendidikan karekter berdisiplin.
Untuk lebih jelasnya, semua kegiatan yang dilaksanakan di PDPL tidak terlepas dari visi dan tujuan PDPL. Adapun visi PDPL yaitu: “Terwujudnya Putri-putri yang berjiwa Islam dan ibu pendidik yang cakap lagi aktif serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air atas dasar pengabdian kepada Allah SWT.” Sedangkan Pendidikan yang diselenggarakan DPL bertujuan mencetak para kader-kader muslimah yang mampu menjadi ibu pendidik di tengah masyarakat.

PDPL BUKAN HOTEL TAPI RUMAH KITA
Pesantren ini adalah rumah kita bersama, kalau ada baiknya kita syukuri bersama dan jika ada kurangnya kita tambal bersama. Di sebut rumah kita bukan berarti masing-masing berhak untuk merusak atau berbuat semaunya, tetapi yang dimaksud rumah kita yaitu kita bertanggung jawab dalam merawat PDPL secara bersama-sama.
Pesantren ini bukanlah sebuah hotel dimana para customer berhak menerima pelayanan yang memuaskan sesuai kelas yang ditentukan. Di pesantren semua harus melayani diri sendiri (self service), tidak ada pelayanan khusus, anak siapa pun akan diberlakukan sama. Di pesantren, ditanamkan jiwa mandiri, jadi semua pelajar dilatih dan didik untuk dapat mengurus dirinya sendiri tapi tetap dalam, bimbingan, pengarahan, dan kontrol yang berkesinambungan.
Selain kemandirian, di pesantren ini para santri diajarkan kesederhanaan. Sederhana tidak berarti miskin, jadi mengajarkan kesederhanaan bukan bermaksud untuk mengajarkan kemiskinan atau mempersiapkan diri untuk menjadi orang miskin. Tetapi yang dimaksud kesederhanaan adalah sesuai dengan kebutuhan.

PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
Sebagai lembaga pendidikan terpadu, PDPL tidak hanya mementingkan pencapaian target pembelajaran saja, tetapi juga memperhatikan setiap proses pendidikan 24 jam kehidupan santri. Jadi apabila ke PDPL hanya mengutamakan sisi akademis saja tanpa mau mempedulikan kegiatan lain, atau mempersalahkan aktivitas lain maka sungguh disayangkan. Di PDPL ini apa yang dilihat, dirasa, didengar merupakan proses pendidikan.
PDPL juga mengajarkan tentang hidup dan kehidupan, maka pendidikan karakter melekat di semua aktivitas yang dilakukan oleh para santri. Dengan demikian para wali santri yang mengantarkan putri mereka ke PDPL sudah harus faham bahwa yang dicari untuk putrinya di sini adalah pendidikan dan pengajaran.

PERLU PRINSIP TITIP
Sebagai orang tua, tentunya sangat sayang kepada anaknya, namun bentuk kasih sayang itu lebih penting untuk dimengerti dan diterapkan secara bijaksana. Ada baiknya sebagai orang tua santriwati PDPL yang menghendaki putrinya sukses belajar, menerapkan prinsip yang digagas oleh KH. Hasan Abdullah Sahal dengan istilah ‘TITIP’. Yang dimaksud dengan ‘TITIP’ adalah: TEGA, IKHLAS, TAWAKKAL, IKTIYAR, dan PERCAYA.
Tega, yang dimaksud yaitu orang tua harus rela melepas putrinya untuk berpisah sementara waktu. Ikhlas, sebagai orangtua harus ikhlas anaknya dididik dan diajar di PDPL dengan segala kesederhanaan yang ada. Tawakkal, orang tua untuk tidak risau, sering menengok putrinya, serta tidak ragu-ragu. Ikhtiar, yaitu berikhtiar semaksimal mungkin untuk memenuhi 3D yakni Daya usaha, Dana, dan Doa. Percaya, mesti percaya kepada bahwa PDPL. Tidak bermaksud sama sekali untuk merusak anak orang, tapi untuk mendidik mereka dan mengantarkan mereka menggapai asa.
By, Ustad Suhail