Sejarah Perguruan Diniyyah Putri Lampung
Lampung adalah pintu gerbang Sumatra yang menjadikannya sebagai daerah persinggahan lalu lintas perjalanan dari dan ke Sumatra. Sehingga menjadi sebuah daerah dimana di dalamnya akulturasi berbagai budaya dari daerah-daerah lain terjadi. Pada sisi yang lain, seiring dengan akulturasi tersebut, kehidupan beragama di daerah Lampung sudah mulai marak sejak tahun 1960. Salah satu buktinya adalah tingginya minat para orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke Lembaga Pendidikan Islam atau Pesantren. Sebagai salah satu bentuk kewaspadaan para orang tua terhadap pendidikan anak-anak perempuan, para orang tua mengirimkan mereka bersekolah di luar Lampung, seperti di Sumatra Barat atau di pulau Jawa. Di Sumatra Barat mereka belajar di Pondok Pesantren khusus putri yang berada di kota Padang Panjang bernama Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang (PDPPP) yang berdiri pada tanggal 1 November 1923 oleh Ibu Rahmah El-Yunusiyyah.
Sinyalemen tingginya minat para orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke Lembaga Pendidikan Islam atau Pesantren dan juga secara realitas belum ada lembaga pendidikan Islam khusus putri di daerah Lampung, dipahami dengan sangat mendalam oleh para tokoh dan aktivis (para inisiator) yang bergerak di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan Gerakan Mubaligh Islam (GMI) sehingga muncullah suatu gagasan untuk mengembangkan lembaga pendidikan Islam khusus putri juga di daerah Lampung. Gagasan ini dimotori oleh Bapak Rafi’un Rafdi yang kala itu menjabat sebagai ketua Gerakan Mubaligh Islam dan sekaligus ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Perwakilan Lampung. Dengan harapan bahwa para putri Islam tidak lagi belajar di lembaga Islam di luar daerah Lampung, dan bahwa mereka memiliki taraf pendidikan yang layak. Gagasan untuk mengembangkan lembaga pendidikan Islam itu juga selaras dengan program kerja ke-3 dari Gerakan Muballigh Islam (GMI) Lampung, yaitu bahwa GMI sebagai pelaksana proyek kaderisasi dakwah Islam, di antaranya, dengan mendirikan lembaga pendidikan Islam.
Pada masa itu, para inisiator belum dapat menemukan lembaga pendidikan yang lebih reprentatif untuk pendidikan putri selain daripada PDPPP. Perguruan adalah sebutan sekolah agama di Sumatra Barat pada masa penjajahan Belanda yang memiliki sistem seperti Pondok Pesantren dimana di dalamnya guru tinggal bersama dengan murid-muridnya, guru mengajar, membimbing, membina, mendampingi dan mengembangkan potensi mereka sekaligus memegang tanggungjawab terhadap perkembangan kepribadian mereka sepanjang waktu. Bukan hanya aspek pendidikan intelektualitas saja yang menjadi perhatian, tetapi juga pendidikan karakter.
PDPPP telah tersohor bukan hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri sehingga para siswi yang belajar datang dari luar negeri cukup banyak. Berangkat dari latarbelakang tersebut bahwa lembaga pendidikan yang masih dalam bentuk gagasan tersebut akan mencontoh semua pola pendidikan yang berlaku di PDPP, bahkan bukan hanya itu saja nama Lembaga baru ini pula akan mengambil nama, logo dan lagu Mars yang sama. Oleh sebab itu, para inisiator membuat perencanaan pengembangan Sumber Daya Manusia dengan cara mengirimkan para calon kader belajar di PDPPP. Sebagai realisasi dari perencanaan tersebut, pada tahun 1964 mulailah dikirim beberapa kader untuk belajar di PDPPP.
Pada tahun 1969 Bapak Abdul Syukur Thoyyib, mewakafkan tanah miliknya seluas 2 hektar yang terletak di desa Negeri Sakti Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Lampung Selatan (sekarang dalam Kabupaten Pesawaran) kepada bapak Rafiun Rafdy agar bisa mewujudkan cita-cita mendirikan Lembaga Pendidikan khusus putri tersebut dengan nama Perguruan Diniyyah Putri Lampung (PDPL).
Di atas tanah wakaf tersebut, telah berdiri Madrasah Al-Khairiyah sejak tahun 1957 yang berafliasi dengan Perguruan Al-Khairiyyah, Citangkil, Banten. Madrasah ini dibina oleh Ustadz Muhamad Sanusi Hasan dan Bapak Abdul Syukur Thoyyib dengan jumlah murid sebanyak 60 orang. Madrasah ini telah memiliki 1 bangunan permanen yang terdiri dari 3 ruang kelas dan 1 ruang kantor. Bangunan tersebut merupakan hasil swadaya murni dari masyarakat Negeri Sakti dan sekitanya. Berdasarkan kesepakatan pengurus Madrasah, bangunan madrasah dan seluruh fasilitas belajar yang ada dapat digunakan untuk keperluan PDPL. Sebagai penggantinya, beberapa tahun kemudian dibangun Madrasah yang baru di lokasi yang lain tetapi masih di atas tanah wakaf terssbut.
Sebelum PDPL menggunakan bangunan tersebut, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di Madrasah tersebut masih tetap berjalan sebagaimana semestinya dan para muridnya pun diarahkan untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan PDPL dan juga dalam penyambutan para tamu yang datang silih berganti baik dari Provinsi Lampung maupun dari Jakarta. Setelah tahun 1974, ketika PDPL telah memulai KBM, kegiatan pendidikan di Madrasah ini tidak lagi berafliasi dengan Perguruan Al-Khairiyyah tetapi berdiri sendiri dengan fokus pengajaran mengaji dan beberapa mata pelajaran agama sebagai kegiatan pendidikan non formal. Pada tahun 2000 kegiatan pendidikan di madrasah ini diubah menjadi kegiatan pendidikan formal dengan mendirikan Madrasah Ibtidaiyyah Diniyyah Putri.
Pada tahun 1972, Bapak Rafi’un Rafdi beserta sebagian para inisiator gagasan bersama dengan Bapak Abdul Syukur Thoyyib dan Ustadz Muhamad Sanusi Hasan mulai memanfaatkan tanah wakaf tersebut. Pekerjaan diawali dengan meratakan tanah wakaf kemudian membangun gedung belajar (5 kelas) dengan ukuran 8x40m2 dan membuat 4 kolam ikan dengan ukuran 10x4m2.
Selama dua tahun para pendiri telah mempersiapkan beberapa gedung dan kemudian mereka sekaligus menjadi Pengurus Perguruan Diniyyah Putri Lampung yang pertama. Untuk merealisasikan proses pendidikan, sebelum penerimaan santriwati baru, para pengurus memohon izin kepada Pimpinan PDPPP, Ibu Dra. Hj. Isnaniyah Saleh, untuk sepenuhnya menggunakan nama, logo, lagu Mars dan memperlakukan konsep dan pola pendidikan yang sama dengan PDPPP sekaligus meminta dukungan dan bantuan tenaga guru. Hal ini disambut baik, sangat terbuka dan didukung penuh oleh Pimpinan PDPPP.
Pada tanggal 1 Desember 1973 sampai 5 Januari 1974, Perguruan Diniyyah Putri Lampung telah membuka pendaftaran penerimaan santriwati baru. Pada tanggal 6 Januari tahun 1974, PDPL dengan fasilitas yang ada memulai proses Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) untuk pertama kalinya dengan santriwati sebanyak 70 orang dan dengan guru sebanyak 7 orang.
Dengan jumlah 70 santriwati yang mendaftar pada masa awal berdiri merupakan sesuatu yang sulit untuk dipercaya karena PDPL yang baru lahir membutuhkan waktu panjang untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat Lampung. Terlebih lagi ada beberapa persyaratan yang ditetapkan oleh Perguruan seperti harus tinggal di asrama, memakai baju kurung panjang yang ketika itu dianggap identik dengan baju orang yang sudah tua, kewajiban menutup aurat, dan lain-lain. Hal tersebut tidaklah mudah untuk disosialisasikan kepada masyarakat, namun dengan jumlah 70 santriwati merupakan bentuk dukungan konkret dari masyarakat terhadap keberadaan PDPL.
Pada tanggal 24 Februari 1974, Perguruan Diniyyah Putri Lampung diresmikan oleh Bapak R. Sutiyoso selaku Gubernur Kepala Daerah Provinsi Lampung. Pada hari itu juga dilakukan peresmian gedung asrama. Tanggal 24 Februari ini ditetapkan sebagai tanggal lahir Perguruan Diniyyah Putri Lampung. Pada tanggal 06 Mei 1979 Pengurus Perguruan Diniyyah Putri Lampung mewakafkan Perguruan Diniyyah Putri Lampung dengan membentuk badan hukum yang bernama Yayasan Pendidikan Diniyyah Putri Lampung sebagai Nazhirnya (pengelola wakaf). Pada Tanggal 08 Mei 1979, Akta Notaris Yayasan dimaksud secara resmi telah terbit melalui Notaris Imam Ma’ruf SH yang berkantor di jalan Kartini No 3 Tanjung Karang.